Sunday, 4 May 2014

9 Wanita Yang Menghiasi Kehidupan Bung Karno (SOEKARNO)



Tentu bagus jika Jokowi mengajak Pemda NTT
bekerja sama menyediakan kebutuhan daging masyarakat Jakarta. Apalagi
ada komitmen menganggarkan dana sebesar 2 triliun untuk program ini.
Baik itu dengan cara membeli daging, membeli sapi hidup, membeli
peternakan, atau membuat peternakan  baru. Bagus sekali.
Tapi saya mengerutkan kening saat Jokowi
menyindir BUMN yang berencana membeli peternakan di Australi. “…Dulu kan
beli peternakan di Australia, kenapa? Di sini (NTT) ada, peternakan
juga kok.” Katanya. Lebih-lebih langkah Jokowi ini dikaitkan dengan
upaya menghentikan impor daging.
Ternyata Jokowi tidak menguasai masalah
dengan baik. Dia tidak tau kalau BUMN memiliki peternakan raksasa di
padang savana Kabaru-NTT. Saya katakan raksasa karena luasya mencapai
7.000 hektar. Tahun 70-an peternakan ini pernah berjaya. Tapi sejak
tahun 80-an peternakan ini terbengkalai. Pada tahun 2012 Dahlan Iskan
mengintruksikan PT Berdikari mengambil alih peternakan ini dari PTPN 14.
Untuk dikelola secara intensif.
Walaupun peternakan seluas ini sudah
dikelola dengan baik. Peternakan ini hanya mampu menyediakan 5.000 sapi
siap potong pertahun. Kalaupun dikombinasikan dengan sistem kandang
paling hanya meningkat sampai 10.000 ekor. Jauh dari kekurangan sapi
nasional, yang mencapai setengah juta ekor pertahun.
PT Berdikari juga memiliki lahan peternakan
seluas 6.000 hektar di Sidrap-Sulsel. Di sana dilakukan teknik baru
dengan sistem kombong yang ditemukan oleh Ir. Ria Kusumaningrum dengan
dibantu ahli Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.  Sistem ini
sudah berhasil diuji coba. Belum ada peternakan di daerah lain atau
negara lain yang melakukannya. Termasuk Jawa dan Australia. Ir. Ria
merupakan alumni IPB tahun 2004 diangkat menjadi direktur PT Buli, yang
merupakan anak usaha PT Berdikari. Dengan sistem ini, lahan yang
mencapai 6.000 hektar itu bisa menampung 50.000 ekor sapi.
Setiap 10 hektar dibuat kandang terbuka
(kombong). Pagarnya dari kayu jabung yang cepat besar, ditengah-tengah
ada telaga. Disekeliling kombong itu 2 hektar ditanami rumput gajah, 3
hektar ditanami sorgum. Pada tahun 2012 Ir. Ria sudah membangun 15
kombong. Direncanakan akan ada 500 kombong di lahan 6.000 hektar.
Kombong berisi 200 anak sapi, atau 150 sapi remaja, atau 100 sapi besar.
Sapi-sapi yang sudah bunting dimasukkan dalam kandang tertutup untuk
diberi nutrisi lebih. Karena hebatnya sistem temuan anak bangsa ini, SBY
sampai menyempatkan diri meninjaunya secara langsung pada bulan
Pebruari yang lalu.
PT Berdikari juga sudah menjalin kerja sama
dengan Pemda NTB. PT Berdikari akan mengirim daging langsung dari
Sumbawa. Bekerja sama dengan Pemda mengelola Rumah Potong hewan (RPH) di
Bima dan lombok Barat. PT Berdikari juga bekerja sama dengan masyarakat
Pulau Sumbawa untuk pembudidayaan sapi. Masyarakat menyediakan bibit
sapi dan memelihara, PT Berdikari menyewa kandang, untuk selanjutnya
dibeli kalau sudah besar.
PTPN yang mengelola jutaan hektar kebun dan
milyaran pohon sawit tidak mau ketinggalan, ikut turun tangan. Berhubung
daun, pelepah dan bungkil sawit bisa menjadi pakan ternak yang murah
meriah. Tahun 2012 PTPN VI memulainya sebagai uji coba dengan 2.000 ekor
sapi. Program ini sukses.
Pada tahun 2013 Dahlan Iskan mengerahkan
lebih banyak PTPN lagi. Dan menargetkan 100 ribu ekor sapi. Tapi target
ini meleset menjadi 20 ribu ekor, terkendala sulitnya mendapatkan bibit
sapi. Pada tahun 2014 ini Dahlan Iskan kembali menargetkan 100 ribu
ekor. Tentu dengan belajar banyak dari kegagalan pertama. Dan
perusahaan-perusahaan suasta juga sudah mulai mengikuti langkah PTPN
ini. Mengintegrasikan perkebunan sawit dengan sapi.
Begitu banyak yang sudah dilakukan BUMN
untuk mengurangi ketergantunan impor daging. Dan begitu besar sekalanya.
Tapi mendadak kerja keras dan cerdas selama bertahun-tahun ini seolah
tidak ada artinya hanya dengan pemberitaan Jokowi yang bekerja sama
dengan Pemda NTT. Kerja sama yang baru berupa tanda tangan. Entah berapa
hektar peternakan yang akan dibangun, entah berapa sapi yang akan
dihasilkan pertahun, entah menggunakan teknik apa peternakan ini, entah
darimana jokowi mendapatkan bibit. Semuanya belum jelas.
Tapi bagaimanapun ketidak jelasan program
Jokowi. Statemennya yang menyindir BUMN telah membuat BUMN dan
pemerintah sekarang menjadi bulan-bulanan khususnya di media online.
Seolah tidak pernah melakukan apa-apa. Sebaliknya. Seolah Jokowi seorang
dewa, atau setidaknya pesulap yang bisa dengan sekejap membebaskan
Indonesia dari ketergantungan impor.
Sekali lagi saya tidak mengatakan program
Jokowi tidak baik. Sangat baik. Tapi kalau dibandingkan dengan apa yang
sudah dilakukan BUMN. Program Jokowi tidak ada apa-apanya. Sangat
ketinggalan. Baik dari segi waktu memulai, tehnik dan skalanya. Tidak
pantas Jokowi menyindir begitu.
Kapasitas Jokowi memang belum bisa
memikirkan dan menyelesaikan masalah nasional. Jokowi hanya mengandalkan
perasaan. Seperti perasaannya dulu saat mengatakan masalah banjir dan
macet Jakarta nampaknya tidak sulit-sulit amat diselesaikan. Tinggal
mengalokasikan anggaran.
Lebih-lebih setelah Kepala Dinas Peternakan
Provinsi NTT, Thobias Uly buka suara. Yang membuat orang-orang yang
terlalu berlebihan menilai program Jokowi sebagaimana mereka berlebihan
menilai mobil ESEMKA akan terkejut. Ternyata populasi ternak NTT masih
kurang. Dana investasi sebesar 2 triliun dari Pemda DKI Jakarta itu akan
digunakan untuk membangun fasilitas, meningkatkan SDM, dan mengimpor
sapi dari Australia. Selanjutnya akan dilakukan proses penggemukan di
NTT. Lalu dikirim ke DKI Jakarta. Wadduh…ternyata sapi Jokowi dari
Australi Juga. ***
http://sinarharapan.co/news/read/140501010/Populasi-Ternak-Sapi-di-NTT-Masih-Kurang

No comments:

Post a Comment