Friday, 5 February 2016

KONTROVERSI KERETA CEPAT, PROYEK HABISKAN 8O TRILIUN @APA KABAR INDONESI...

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mendesak agar pemerintah menunda proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Selain dinilai terlalu terburu-buru, proyek tersebut hanya akan menambah beban APBN.

"Dengan durasi pengembalian pinjaman selama 60 tahun hanya akan menambah berat beban anggaran tahun demi tahun. Belum lagi pembangunan belum tentu selesai pada tahun 2019", ujar H. Moh. Nizar Zahro, SH, anggota komisi V DPR RI fraksi Partai Gerindra.

VIVA.co.id – Mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung terus menuai polemilk. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muizani, menegaskan partainya menolak proyek tersebut. Ketua fraksi Gerindra di DPR itu meminta agar proyek tersebut dihentikan

"Kami berkesimpulan bahwa sebelum dilakukan terlalu jauh lebih baik untuk melakukan pengehentian. Presiden tidak perlu malu membatalkan proyek ini meski sudah meletakan batu pertama," kata Ahmad Muzani di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Kamis 4 Februari 2016.

Muzani menjelaskan bahwa Gerindra menolak pembangunan kereta cepat karena sudah berdasarkan analisis yang dilakukan tim di partainya. Selain itu Gerindra juga mengatakan penolakan ini sebagai kesimpulan  konsultasi dengan sejumlah menteri yang mereka lakukan.

"Kami mendapat penjelasan dari menteri terkait, tapi setelah propses berjalan, kami menggangap ada perpedaan pendapat. Kami melihat ada penjelasan yang disembunyikan kepada masyarakat sehingga menjadi persoalan," kata Muzani yang juga anggota Komisi I itu.

Belum lagi menurut dia pembangunan kereta cepat itu relatif mahal dibandingkan kereta cepat di Iran yang dibangun pihak yang sama. Padahal jarak tempuhnya lebih jauh dibandingkan Jakarta-Bandung.

Dia meminta investasi yang direncanakan sebesar Rp60 triliun itu sebaiknya dialihkan ke sektor yang lebih produktif. (ren)

© VIVA.co.id

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS, Fahri Hamzah, menolak proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang kini sedang dalam sorotan. Menurutnya, pembangunan kereta cepat tersebut memiliki konsekuensi finansial, baik terhadap anggaran negara maupun BUMN secara keseluruhan.

Tidak hanya berdampak dari sisi finansial, menurut politikus PKS itu, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung juga memiliki konsekuensi sosial. Selain itu juga membawa konsekuensi fisik kepada tanah negara, kepada tanah rakyat, dan seluruh mekanisme sosial budaya yang ada di wilayah sekitar pembangunan.

Meski mengaku kalau dirinya mendukung pembangunan infrastruktur, namun Fahri Hamzah menyarankan kepada pemerintah agar berhati-hati. “Kira-kira kritiknya begini, kita mendukung pembangunan infrastruktur, tapi karena infrastruktur efeknya besar, harus hati-hati. Khusus proyek ini, terlalu banyak efek buruknya, apalagi tidak sesuai dengan visi awal Jokowi, poros maritim,” tandasnya.

Dia menambahkan seharusnya fokus pembangunan infrastruktur adalah membangun maritim, bukan kereta Jakarta-Bandung. “Unik, poros maritim kan ke laut, kok ke gunung? Bandung itu kan gunung.”

KONTROVERSI KERETA CEPAT, PROYEK HABISKAN 8O TRILIUN @APA KABAR INDONESI...

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mendesak agar pemerintah menunda proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Selain dinilai terlalu terburu-buru, proyek tersebut hanya akan menambah beban APBN.

"Dengan durasi pengembalian pinjaman selama 60 tahun hanya akan menambah berat beban anggaran tahun demi tahun. Belum lagi pembangunan belum tentu selesai pada tahun 2019", ujar H. Moh. Nizar Zahro, SH, anggota komisi V DPR RI fraksi Partai Gerindra.

VIVA.co.id – Mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung terus menuai polemilk. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muizani, menegaskan partainya menolak proyek tersebut. Ketua fraksi Gerindra di DPR itu meminta agar proyek tersebut dihentikan

"Kami berkesimpulan bahwa sebelum dilakukan terlalu jauh lebih baik untuk melakukan pengehentian. Presiden tidak perlu malu membatalkan proyek ini meski sudah meletakan batu pertama," kata Ahmad Muzani di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Kamis 4 Februari 2016.

Muzani menjelaskan bahwa Gerindra menolak pembangunan kereta cepat karena sudah berdasarkan analisis yang dilakukan tim di partainya. Selain itu Gerindra juga mengatakan penolakan ini sebagai kesimpulan  konsultasi dengan sejumlah menteri yang mereka lakukan.

"Kami mendapat penjelasan dari menteri terkait, tapi setelah propses berjalan, kami menggangap ada perpedaan pendapat. Kami melihat ada penjelasan yang disembunyikan kepada masyarakat sehingga menjadi persoalan," kata Muzani yang juga anggota Komisi I itu.

Belum lagi menurut dia pembangunan kereta cepat itu relatif mahal dibandingkan kereta cepat di Iran yang dibangun pihak yang sama. Padahal jarak tempuhnya lebih jauh dibandingkan Jakarta-Bandung.

Dia meminta investasi yang direncanakan sebesar Rp60 triliun itu sebaiknya dialihkan ke sektor yang lebih produktif. (ren)

© VIVA.co.id

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS, Fahri Hamzah, menolak proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang kini sedang dalam sorotan. Menurutnya, pembangunan kereta cepat tersebut memiliki konsekuensi finansial, baik terhadap anggaran negara maupun BUMN secara keseluruhan.

Tidak hanya berdampak dari sisi finansial, menurut politikus PKS itu, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung juga memiliki konsekuensi sosial. Selain itu juga membawa konsekuensi fisik kepada tanah negara, kepada tanah rakyat, dan seluruh mekanisme sosial budaya yang ada di wilayah sekitar pembangunan.

Meski mengaku kalau dirinya mendukung pembangunan infrastruktur, namun Fahri Hamzah menyarankan kepada pemerintah agar berhati-hati. “Kira-kira kritiknya begini, kita mendukung pembangunan infrastruktur, tapi karena infrastruktur efeknya besar, harus hati-hati. Khusus proyek ini, terlalu banyak efek buruknya, apalagi tidak sesuai dengan visi awal Jokowi, poros maritim,” tandasnya.

Dia menambahkan seharusnya fokus pembangunan infrastruktur adalah membangun maritim, bukan kereta Jakarta-Bandung. “Unik, poros maritim kan ke laut, kok ke gunung? Bandung itu kan gunung.”